Friday 14 October 2011

2 SAHABAT


Langit masih terang benderang, sedangkan sinar mentari masih memancarkan hangatnya ditengah bukit-bukit kecil yang terjal. Sungai-sungai yang jernih yang mengalir, terlihat kehijau-hijauan melengkapi kesempurnaan hamparan pemandangan disepanjang perjalan 2 pemuda itu. Mereka masih menarik nafas mereka yang sempat memburu ketika sama-sama mengejar kereta di pagi yang cukup panas. Salah seorang diantaranya menertawakan dirinya sendiri. Entah ini yang keberapa, namun yang jelas, kisah bersama kereta selalu saja membuat banyak tawa.

Keduanya kemudian melempar senyum. Rupanya mereka adalah sahabat rapat. Cukup dekat sepertinya, yang mempunyai sahabat yang cukup memahami dan sentiasa bersama kala suka dan duka. Namun, jika kuperhatikan, kedekatan mereka sepertinya juga bukan sebuah kedekatan biasa. Kedekatan yang penuh misi mungkin ?. Misi keabadian yang mereka cari, meski ketika kuperhatikanpun, mereka tak lebih dari dua pemuda biasa yang masih sama-sama belajar. Belajar mencari cinta lebih tepatnya. Belajar makna sebenarnya kata cinta menjadi kalimat-kalimat kerja dalam hari-hari mereka. Kata cinta yang berujung pada Allah, Tuhan mereka. Cinta yang -mungkin- mirip defenisinya ketika Umar RA, menggantikan cintanya kepada diri dan keluarga menjadi sebuah cinta melangit untuk Muhammad Sang Nabi mulia.

Pembicaraan mereka semakin larut. Akupun diam-diam mendengarkannya. “hahahaha…” aku jadi tertawa dibuat oleh mereka. Tertawa mendengar perbualan mereka. Rupanya mereka sedang gelisah. Gelisah dengan iman dihati mereka., gelisah dengan ketidaksanggupan dalam mengambil keputusan, serta gelisah dalam mengambil langkah-langkah kehadapan. Salah seorang diantaranya berkali-kali menarik nafas panjang sambil melihat pandangannya keluar untuk menikmati betapa cantiknya ciptaan Tuhan yang tak tergambar dengan kata-kata. Mereka bukan cuma gelisah, tapi juga bimbang. Bimbang akan pilihan-pilihan yang rumit dan tak sederhana, bimbang atas kerja-kerja nyata yang menguras jiwa. Rupanya, mereka memang sedang bermasalah. Masalah yang sungguh rumit sampai mereka-pun malu-malu mengakui terhadap diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya ada yang mesti disegerakan, ada yang harus diperjuangkan. Yaa… ternyata itu kesamaan mereka.
****
Senja mulai malu-malu dihujung pantai negeri formosa. Aku masih menyusuri pandangan disekitar kereta, dan ternyata, ke dua pemuda pagi itu sedang berada disana. Wajah mereka sedikit kelelahan, terutama pemuda berbaju cokelat itu. Di sebelahnya, pemuda berjaket hitam masih menikmati senja. Kalau difikir , pemuda berjaket hitam ini sedang berbahagia. Ia mungkin gelisah, tapi perasaan gelisah yang berbeza dengan pemuda yang satunya. Wajahnya lebih sugul dan memerah. Apa mungkin ia sedang memperjuangkan cinta ? atau mungkin ia sedang berjalan menyusuri kepekaan sayap sempurna untuk membawanya terbang di angkasa ? ahh.. akupun tak bisa menjawabnya. Mungkin ia menyedari, seberapa hebatpun rencana manusia, rencana Allah tetap tak ada duanya. Jika Tuhan berkehendak, maka tak ada lagi aral melintang. Begitu juga sebaliknya, jika Allah tak berkehendak, seberapa kuatpun usaha manusia, segala sesuatu takkan bisa jadi nyata. Ia yakin dengan itu, hingga ia pun harus siap dengan segala kemungkinan yang ada.

Ditengah perjalanan, ketika malam sudah mulai merambat, Kulihat keduanya asyik menikmati dua buku hebat yang penuh sejarah. Kalau difikir-fikir. Beruntung juga 2 wanita yang mendapatkan mereka , bayangkan saja, ketika disamping mereka banyak perempuan cantik duduk dengan pakaian yang luar biasa, mereka cepat-cepat beristighfar dan menghadapkan wajahnya kearah lain . Ini seperti percutian yang cukup menyiksa buat mereka. Percutian yang sangat menggelisahkan buat mereka. 2 buku itu tenyata tentang Muhammad saw , rasul mulia yang dibaca oleh pemuda berbaju cokelat, sedangkan yang satunya sedang asyik bersama kisah Umar (Abdurrahman Asy Syarqawi). Keduanya asyik di dalam kisah-kisah menggemparkan hingga tak peduli lagi disekeliling mereka. Wajah-wajah mereka serius menikmati keluasaan hati mereka yang manampung kisah dua orang hebat itu. Sesekali kulihat pemuda berjaket hitam itu menggeleng-geleng kepala tanda ia merasa hairan dengan kisah para sahabat yang dibacanya.

Malam semakin panjang, keduanya mulai keletihan bersama kisah-kisah hebat itu. Merekapun tersenyum sambil bercerita. Kudengar mereka mentertawakan diri mereka sendiri. Mereka dah tahu makna kegelisahan mereka yang sebenarnya mereka sudah tahu dimana mencari jawapannya, mereka mentertawakan hidup mereka yang masih belum ada kemajuannya, mereka mentertawakan jiwa mereka sendiri yang terkadang tidak tegas dalam mengambil keputusan atas pilihan-pilihan yang ada. Rupanya, aku begitu menyukai kehadiran dua pemuda itu. Mereka biasa, sangat biasa, namun punya cita-cita mulia. Mereka tak ada apa-apa, tapi berusaha untuk menjadi berharga bagi Allah Sang Maha Pencipta. Dalam diam-diam, kukirim doa bagi mereka berdua.

‘Semoga Allah mendatangkan penyempurnaan jiwa bagi mereka, agar mereka tak lagi gelisah dalam mencari apa jua persoalan yang ada pada hati mereka.’
AMIN YA RABIL ALAMIN......

No comments:

Post a Comment